Skip to main content

Apa Arti Cinta Sejati Dan Ketulusan?

Apa Arti Cinta Sejati Dan Ketulusan? Cinta Sejati adalah Ketulusan yang mampu bertahan tanpa mengenal waktu, karena Cinta Sejati hanya bisa terwujud dengan sempurna melalui ketulusan. Dan ini memaksa kita untuk bisa mencintai kekurangannya, bukan semata karena kelebihannya. Inilah awal cinta sejati dengan ketulusan yang sebenarnya.

Namun, jika hari ini masih ada yang bertanya tentang hubungannya cinta sejati dan ketulusan, sungguh aku sangat khawatir. Khawatir jika aku mengira, bahwa dirinya yang bertanya itu hanya ingin menggoda pemikiran khalayak ramai.

Jika boleh diumpamakan; Cinta sejati itu ibarat ruang, ia bebas mau memasukkan apa saja ke dalam ruang tersebut. Dan ketulusan adalah lokasi ruang itu berada. Jadi, sudah jelas bukan? Bahwa ruang hanya bisa dibangun jika memiliki tempat.

Arti Cinta Sejati dan Ketulusan Karena Ilahi

Di pondok pesantren Darul Qur'an, Adnan sedang mengajar santri di kelas. Suasana kelas begitu hening, santri fokus mendengarkan penjelasannya. Hal yang seperti itu disebabkan karena penyampaian darinya begitu lugas, dan juga disertai dengan pembawaannya yang begitu tenang.

Selesai membahas tentang materi fiqih pernikahan, Adnan memberikan kesempatan santrinya untuk bertanya.

"Afwan, Ustadz. Saya mau bertanya," tunjuk salah satu santri.

"Tafaddhol, perihal apa yang anta ingin tanyakan?"

"Syukron, Ustadz. Saya mau tanya,"

"Apakah cinta sejati hanya akan terwujud untuk pasangan yang sudah menikah saja? Lalu bagaimana kalau kita jatuh cinta pada seseorang yang belum halal bagi kita? Apakah itu bisa dinamakan arti cinta sejati dan ketulusan?"

"Ciye ciyee ciyeee... Sepertinya ada yang sedang jatuh cinta nih..!" celetuk santri lainnya.

Seketika suasana kelas berubah riuh setelah mendengar ucapan santri itu. Para santri mulai meledek santri yang bertanya tadi. Santri yang diledek itu hanya bisa menunduk malu.

Adnan geleng-geleng kepala melihat tingkah para santri, tetapi ia tetap menjawab pertanyaan yang diajukan itu.

"Cinta adalah sebuah anugerah yang diberikan kepada kita oleh Allah Ta'ala, yang selayaknya patut kita jaga dan syukuri. Sebagai seorang muslim yang bertakwa kepada Allah, menjaga kedamaian antar umat, dan saling menebar cinta-kasih adalah salah satu perbuatan yang mulia, dan amat disenagi oleh Allah Ta'ala."

Bila kita terlanjur terbelenggu cinta kepada seseorang, padahal ia bukan suami atau istri kita, ada baiknya bila kita menguji kadar cinta tersebut. Kenalilah sejauh mana kesucian dan ketulusan cinta kita kepadanya.

Cobalah duduk sejenak, untuk membayangkan kekasih yang kita sayangi dalam keadaan peyot, ompong, pakaiannya compang-camping sedang duduk di rumah gubuk yang sudah reyot. Akankah rasa cinta yang kita miliki masih bergemuruh sedahsyat yang kita rasakan saat ini?

Kisah Inspiratif Cinta Sejati

Para ulama mengisahkan sejarah, pada suatu hari Abdurrahman ibnu Abi Bakar ra. bepergian ke Negeri Syam untuk berdagang. Di tengah jalan ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila binti Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu 'anhu.

Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu 'anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu 'anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya.

Syair Cinta

Berikut di antara bait-bait syair cinta yang pernah ia rangkai:

Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah.
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?.
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita.
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.

Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu 'anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: "bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu 'anhu".

Subhanallah, takdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu 'anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perang pun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu 'anhu.

Bisa dibayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu 'anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lain pun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada 'Aisyah istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.

Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: 'Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?'

Akan tetapi, tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya 'memble' (jatuh, sehingga giginya selalu nampak).

Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang ia pun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya.

Tak kuasa menerima perlakuan ini, Laila pun mengadukan sikap suaminya ini kepada Aisyah radhiallahu 'anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka 'Aisyah pun segera menegur saudaranya dengan berkata:

'Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya.' (Sumber: Tarikh Damaskus oleh Ibnu 'Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)

Bisa dibayangkan, betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi? Ataukah kita mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu 'anhu?

Tidak heran bila nenek moyang telah mewanti-wanti agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik: Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri."

"Afwan, Ustadz. Saya penasaran ingin tahu, mengapa hal itu bisa terjadi?" tanya santri lainnya.

"Dapat dijelaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu:

'Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).'(Riwayat At-Tirmidzi dan lainnya).

Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata: 'Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).'

Dahulu, tatkala hubungan dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat, sehingga kita hanyut oleh badai asmara.

Karena kita hanyut dalam badai asmara haram, maka mata menjadi buta dan telinga menjadi tuli, sehingga ada semboyan: Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:

Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.

Akan tetapi, setelah hubungan itu telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata kita, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa. Saat itulah, kita mulai menemukan jati diri pasangan kita seperti apa adanya.

Saat itu kita mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial dan harta benda.

Kita mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan dengan perceraian."

"Lalu bagaimana kita harus bersikap, Ustadz?" tanya santri yang bertanya tadi.

'Ehmm... bersikaplah yang wajar-wajar saja, kemudian selalu gunakan akal sehat, hati nurani dan kehati-hatian dalam menyikapi segala hal. Dengan begitu tabir asmara tidak akan menjadikan pandangan kabur dan tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.

Oleh karenanya, cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaknya, agar cintamu abadi.

  • Tidakkah kita mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi diri walaupun kita telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat?
  • Tidakkah kita semua mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?

Hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlak mulialah, yang bisa disebut cinta suci dan sejati.

Cinta yang seperti inilah yang akan abadi, tak lekang oleh waktu dan bahkan diterpa angin atau sinar matahari, serta tidak pula luntur hanya karena guyuran air hujan yang dahsyat sekalipun.'

Semua santri nampak puas dengan penjelasan Adnan.

● ● ●

Oh ya, jangan lupa untuk mem-bookmark halaman ini. Supaya lebih mudah menemukannya dilain waktu. Ikuti juga Zuwaj di Google News untuk mendapatkan update terbaru lebih cepat.

Comment Policy: Silakan baca Kebijakan Komentar sebelum berkomentar.
Buka Komentar